Ketika kita
menghendaki kehidupan keberagaman kita menjadi kehidupan keberagamaan
transformatif dalam masyarakat maka kita perlu memiliki keberaniaan untuk terus
menerus mempersoalkan model penghayatan hidup keberagamaan kita. Kita tidak
boleh puas dengan model penghayatan hidup keberagamaan yang telah ada. Sebab
boleh jadi apa yang kita anggap sebagai model penghayatan hidup keberagamaan
transformatif itu untuk konteks sosial ekonomi dan politik tertentu, dalam konteks
sosial ekonomi dan politik yang lain tidak lagi transformatif. Malahan
model penghayatan hidup keberagamaan itu telah menjadi sangat represif. Contohnya
tentang bagaimana peranan agama-agama di Indonesia selama Orde Baru.
Seperti
kita tahu bahwa harapan untuk mengikutsertakan agama-agama dalam
rencana-rencana pembangunan nasional waktu itu ialah agar agama-agama dapat
mendorong proses transformasi sosial, baik secara ekonomi maupun politik, agar
Indonesia pasca Orde Lama boleh menjadi Negara yang demokratis, adil secara
politik dan berkecukupan secara ekonomi. Tetapi apa yang kita lihat ialah
agama-agama justru kehilangan fungsi transformatif itu dan menjadi hakim
kepentingan kelompok kecil yang mendominasi kekuasaan ekonomi dan politik.
Keberagamaan
transformatif adalah model penghayatan hidup keberagamaan yang memelihara tradisi kritis atau dalam bahasa Kitab
Suci disebut tradisi profetik. Tradisi kritis atau profetik sangat penting.
Sebab, seperti telah disinggung di atas, bahwa nilai-nilai agama dalam
penghayatan hidup keberagamaan umat selalu bersifat interpretatif. Dan
nilai-nilai agama yang bersifat interpretatif itu selalu akan dipengarahi oleh
aspirasi dan kepentingan penganut, baik secara sosial ekonomi maupun politik.
Karena itu, tanpa tradisi kritis atau profetik, kehidupan keberagamaan akan
selalu berada dalam bahaya mempertahankan nilai-nilai keagamaan yang bersifat
interpretatif itu dalam bentuk nilai-nilai agama yang baku dan ideologis.
Model keberagamaan transformatif adalah model keberagamaan yang merupakan kesadaran religius atau kesadaran
hidup meng-agama yang lahir dari pelayanan liturgis berdimensi
ganda, yaitu : mengabdi kepada Allah
dan kemanusiaan.
Jadi,
keberagamaan transformatif dalam semangat tardisi profetik adalah model
keberagamaan yang melayani Allah sepenuh hati dengan jalan mengabdikan diri
sepenuhnya kepada kemanusiaan. Itu berarti bahwa nilai-nilai agama yang
bersifat interpretatif dalam penghayatan umat beragama selalu harus diuji oleh sejauh mana penghayatan
itu mendorong seseorang menjadi pribadi yang berkeadaban dan mendorong
berkembangnya masyarakat yang berkeadaban. Kedua artikel di atas melihat secara
kritis keberagamaan transformatif dalam semangat tradisi profetik yang adalah
model keberagamaan yang memuliakan
Allah dengan mengabdi kepada kemanusiaan yang konkret, bukan kemanusiaan yang
abstrak secara ideologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar